Syekh Muhammad Mahfuz At-Tarmasi: Ahli Hadis dari Tanah Jawa
yang Mendunia
Abad ke-18 menjadi tonggak kebangkitan ilmu di Haramain, dua
Kota Suci, Makkah dan Madinah. Penuntut ilmu dari berbagai negara
berbondong-bondong mendatangi kedua kota tersebut untuk memperdalam Islam. Tak
sedikit yang berhasil dan bahkan menetap sebagai rujukan belajar para pelajar
Islam.
Nama Syekh Muhammad Mahfuz bin Abdullah At-Tarmasi merupakan
satu dari sekian ulama yang menorehkan tinta emas keberhasilan tokoh asli
nusantara yang menimba ilmu di Haramain.
Sosok kelahiran Tremas, Jawa Timur, 31 Agustus 1868,
tercatat sebagai pengajar di Masjid Al-Haram, Makkah. Prestasi ini bukan tanpa
dasar. Kredibilitas dan kapasitas keilmuan yang dimiliki oleh Syekh Mahfuz
At-Tarmasi ini sangat mumpuni. Ia pemegang mata rantai sanad ke-23 atau yang
terakhir dari kitab Sahih Al-Bukhari.
Kepakarannya tersebut tertuang dalam berbagai karya. Syekh
At-Tarmasi, begitu akrab disapa, produktif mengarang karya-karya yang
berkualitas. Kitab-kitab tersebut seluruhnya berbahasa Arab, sebagaiannya telah
dicetak dan disebar, tetapi ada yang dinyatakan raib.
Di antara karyanya yang masih bertahan hingga sekarang
adalah Manhaj Dzawi An-Nazhar. Kitab tentang gramatika bahasa Arab ini jamak
digunakan di pesantren-pesantren. Karyanya yang paling terkenal adalah magnum
opusnya di bidang fikih, yaitu Mauwhibab Dzi Al-Fadl.
Kitab tersebut masuk ke daftar literature wajib beberapa
perguruan tinggi di Timur Tengah, seperti Maroko, Arab Saudi, Irak, dan
negara-negara lainnya. Bahkan, sampai sekarang di antara kitab-kitabnya masih
ada yang dipakai dalam pengajian di Masjidil Haram.
Atas kepakarannya tersebut, tak mengherankan bila ulama asal
Padang, Sumatra Barat, yang berpengaruh pada 1970-an, menjuluki Syekh At-Tarmasi
dengan gelar-gelar keilmuan yang istimewa, mulai dari sang alim, ahli hadis,
pakar sanad, ahli fikih, dan pakar ushul fikih.
Republika 6 Desember 2015
No comments:
Post a Comment