Indonesia sangat kaya dengan produk kerajinan kain. Tentu
masyarakat Indonesia sangat mengenal batik dan kebaya. Begitu juga dengan kain
tenun, songket dan ulos sudah sangat familiar ditelinga. Produk kain tersebut
bahkan dikenal hingga ke mancanegara.
Namun tidak banyak masyarakat Indonesia yang mengenal kain
tapis. Kain tenun khas Lampung ini sebenarnya masuk dalam jenis kain songket,
namun memiliki tekstur kain yang lebih kasar dibandingkan kain songket
Palembang.
Kain tapis merupakan kain tenun yang menjadi ikon tenun
masyarakat Lampung. Kain tenun tapis dibuat dari benang kapas dan ditenun
dengan menggunakan peralatan tenun tradisional. Kemudian kain tenun dihias
dengan sulaman benang emas atau benang perak, sehingga menjadikan kain ini
tampak begitu elegan dan mewah.
Motif pada kain tapis umumnya diinspirasi dari kondisi flora
dan fauna di wilayah Lampung. Motif flora seperti motif rebung, sedangkan motif
fauna seperti gajah. Begitu Islam masuk dan menyebar di Lampung, motif tapis
pun turut berkembang. Pengaruh Islam dalam tapis dapat dilihat dari munculnya
motif kaligrafi arab yang diambil dari petikan ayat-ayat suci Al-Quran.
Pengaruh Islam tidak serta-merta menggusur keberadaan motif yang sudah ada
sebelumnya. Justru kombinasi antara motif pra dan pasca Islam, kian
mempercantik motif kain tapis.
Jika diamati dengan seksama, ada perpaduan budaya dalam
motif-motif tapis yaitu antara budaya animisme-dinamisme, Hindu, budha, Islam,
maupun Tiongkok. Salah satu motif tapis, kapal naga, menunjukkan adanya
interaksi antara masyarakat Lampung dengan negeri Tiongkok. Ragam motif tapis
selalu mengikuti perkembangan kebudayaan masyarakat Lampung.
Biasanya masyarakat Lampung menggunakan kain tapis pada
upacara adat dan keagamaan. Namun saat ini, pemakaian kain tapis lebih populer
dikenakan masyarakat Lampung ketika
acara pernikahan. Selain dimanfaatkan sebagai pakaian, ada pula kain tapis yang
didesain khusus untuk hiasan dinding.
Pengerjaan kain tapis dikenal rumit dan menghabiskan waktu
yang cukup lama. Proses pengerjaan yang memakan waktu paling lama adalah pada
proses penyulaman benang emas. Lamanya proses penyulaman biasanya tergantung
pada bentuk dan ukuran motif. Semakin rumit bentuk motif dan semakin besar
ukurannya, pastinya akan membutuhkan waktu pengerjaan yang lama.
Untuk menyulam benang emas dengan tingkat kerapatan dan
kerapihan yang tinggi, diperlukan ketelitian dan ketekunan yang tinggi pula.
Semisal untuk mengerjakan motif kaligrafi asmaul husna dengan ukuran 1,5 meter
x 75 cm, setidaknya seorang pengrajin membutuhkan waktu hingga 4 bulan.
Dengan
harga jual dikisaran 2 jutaan, maka seorang pengrajin mendapatkan uang 500 ribu
per bulan. Itu hanya hitungan sederhana saja. Belum dipotong dengan biaya
produksi seperti pengadaan bahan baku, tentu 500 ribu per bulan bukanlah
pendapatan bersih. Pengrajin tapis biasanya tidak menjual sendiri hasil
karyanya. Seringkali mereka hanya membuat tapis berdasar pesanan dari penjual
yang memiliki toko tapis atau menjualnya kepada pengumpul kain tapis.
Menjadi pengrajin tapis merupakan sebuah perjuangan. Nyaris
seluruh pengrajin adalah wanita paruh baya. Sangat sedikit gadis Lampung yang
berminat untuk menggeluti profesi sebagai pengrajin tapis. Profesi pengrajin
tapis belum dapat dijadikan sebagai pekerjaan utama, karena pendapatan dari
menyulam atau menenun tapis memanglah tidak besar. Padahal untuk menghasilkan
tapis yang berkualitas membutuhkan waktu berminggu-minggu. Tapis merupakan
salah satu produk tenun yang sulit diproduksi secara massal. Kalau pun ada upaya
inovasi membuat motif dengan cara bordir mesin, namun kurang begitu diminati
konsumen, padahal harganya sangat murah dibanding tapis yang motifnya dibuat
dengan sulam tangan. Pembuatan motif dengan bordir menjadikan produksi kain
tapis bisa dikebut, walaupun dari sisi kualitas jelas jauh berbeda dengan
penyulaman dengan metode sulam tangan.
Sebagai kerajinan yang bernilai seni tinggi, kain tapis
banyak diburu oleh turis asing. Para turis asing itu begitu getol mencari
motif-motif tapis langka. Mereka begitu kagum dengan keindahan dan kerumitan
pembuatan motif tapis. Untuk menemukan kain tapis kuno, para turis rela berburu
hingga ke pelosok-pelosok kampung di Lampung.
Selain bernilai seni tinggi, kain tapis juga sangat awet dan
tahan lama. Bahkan Ibu Ani Yudhoyono memiliki koleksi kain tapis yang berusia
lebih dari 200 tahun. Dengan perawatan dan pemeliharaan yang tepat, kain tapis
dapat berumur panjang.
Pemerintah Propinsi Lampung memang terus mendorong kemajuan
industri kain tapis dengan sering berpartisipasi dalam pameran-pameran
kerajinan di tingkat nasional maupun internasional. Partisipasi dalam pameran
tersebut diharapkan akan semakin mengenalkan kain tapis kepada masyarakat
diberbagai belahan dunia.
No comments:
Post a Comment